Beranda | Artikel
Metode Koreksi Antar Dai
Senin, 12 April 2004

METODE KOREKSI ANTAR DAI

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawaat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad, nabi yang terpecaya, juga kepada keluarga, para sahabat dan mereka yang mengikuti sunnahnya hingga hari berbangkit.  Amma ba’d.

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan untuk berbuat adil dan bijaksana serta melarang berbuat zhalim, melampaui batas dan bermusuhan. Allah telah mengutus NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai mana pula para rasul lainnya untuk meyerukan dakwah tauhid dan ikhlas beribadah hanya untuk Allah semata. Allah memerintahkannya untuk menegakkan keadilan, dan Allah pun melarang kebalikannya, yaitu yang berupa penghambaan kepada selain Allah, berpecah belah, berbuat sewenang-wenang terhadap hak-hak para hamba.

Telah tersebar berita akhir-akhir ini, bahwa banyak di antara para ahli ilmu dan para praktisi dakwah yang melakukan cercaan terhadap saudara-saudara mereka sendiri, para dai terkemuka, mereka berbicara tentang kepribadian para ahli ilmu, para dai dan para guru besar. Mereka lakukan itu dengan sembunyi-sembunyi di majlis-majlis mereka. Adakalanya itu direkam lalu disebarkan ke masyarakat. Ada juga yang melakukan dengan terang-terangan pada saat kajian-kajian umum di masjid. Cara ini bertolak belakang dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan RasulNya dilihat dari beberapa segi, di antaranya.

Pertama.  Ini merupakan pelanggaran terhadap hak prifasi sesama muslim, bahkan ini terhadap golongan khusus, yaitu para penuntut ilmu dan para dai yang telah mengerahkan daya upaya mereka membimbing dan membina masyarakat, meluruskan aqidah dan manhaj mereka, bersungguh-sungguh dalam mengisi sebagian kajian dan ceramah, serta menulis buku-buku yang bermanfaat.

Kedua. Bahwa ini bisa memecah belah kaum muslimin dan memporak-porandakan barisan mereka, padahal mereka sangat membutuhkan kesatuan dan harus dijauhkan dari perpecahan dan saling menggunjing antar mereka. Lebih-lebih bahwa para dai dimaksud termasuk golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dikenal memerangi bid’ah dan khurafat serta mengahadapi langsung para penyerunya, membongkar trik-trik dan reka perdayanya. Karena itu, perbuatan ini tidak ada maslahatnya kecuali bagi para musuh yang senantiasa mengintai, yaitu kaum kuffar dan para munafiq atau para ahli bid’ah dan kesesatan.

Ketiga. Bahwa perbuatan ini mengandung propaganda dan dukungan terhadap tujuan-tujuan yang diusung oleh para sekuler, para westernis dan para penentang lainnya yang dikenal agresif menjatuhkan kredibilitas para dai, mendustakan mereka dan mengekspos kebalikan dari apa-apa yang mereka tulis dan mereka rekam. Sikap yang dilakukan oleh mereka yang tegesa-gesa melakukan ini, yang ternyata malah membantu musuh untuk menyerang saudara-saudaranya sendiri, yaitu pata thalib ilm dan para dai, adalah perbuatan yang tidak termasuk hak persaudaraan Islam.

Keempat. Bahwa perbuatan ini bisa merusak hati masyarakat awam dan golongan khusus, bisa menyebarkan dan menyuburkan kebohongan dan isu-isu sesat, bisa menjadi penyebab banyaknya menggunjing dan menghasud serta membukakan pintu-pintu keburukan bagi jiwa-jiwa yang cenderung menebar keraguan dan bencana serta berambisi mencelakakan kaum mukminin secara tidak langsung.

Kelima. Bahwa banyak pernyataan dalam hal ini yang ternyata tidak ada hakikatnya, tapi hanya merupakan asumsi-asumsi yang dibisikkan setan kepada para pengungkapnya. Sementara itu Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain” [Al-Hujurat/49 :12]

Seorang mukmin hendaknya bisa menyikapi perkataan saudaranya sesama muslim dengan sikap yang lebih baik. Seorang alim dahulu mengatakan, “Janganlah kau berburuk sangka dengan kalimat yang keluar dari (mulut) saudaramu walaupun engkau tidak menemukan yang baiknya”.

Keenam. Hasil ijtihad sebagian ulama dan penuntut ilmu dalam perkara-perkara yang menuntut ijitihad, maka pencetusnya tidak dihukum dengan pendapatnya jika ia memang berkompeten untuk berijtihad. Jika ternyata itu bertentangan dengan yang lainnya, maka seharusnya dibantah dengan cara yang lebih baik, demi mencapai kebenaran dengan cara yang paling cepat dan demi mejaga diri dari godaan setan dan reka perdayanya yang dihembuskan di antara sesama mukmin. Jika itu tidak bisa dilakukan, lalu seseorang merasa perlu untuk menjelaskan perbedaan tersebut, maka hendaknya disampaikan dengan ungkapan yang paling baik dan isyarat yang sangat halus. Tidak perlu menghujat atau menjelek-jelekkan, karena hal ini bisa menyebabkan ditolak atau dihindarinya kebenaran. Disamping itu, tidak perlu menghujat pribadi-pribadi tertentu atau melontarkan tuduhan-tuduhan dengan maksud tertentu, atau dengan menambah-nambah perkataan yang tidak terkait.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh dalam menghadapi kondisi semacam ini dengan ungkapan.

أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟

Kenapa ada orang-orang yang mengatakan demikian dan demikian” [Hadits Riwayat Muslim dalam An-Nikah 1401]

Saya sarankan kepada saudara-saudara yang telah mengecam para dai, hendaknya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari perbuatan yang telah mereka lakukan, atau meralat dengan lisan mereka seputar masalah yang bisa menyebabkan rusaknya hati sebagian pemuda dan bisa menimbulkan kedengkian serta memalingkan mereka dari menuntut ilmu yang bermanfaat dan aktifitas dakwah, karena santernya isu-isu tentang si fulan dan si fulan, lalu mencari hal-hal yang dianggapnya sebagai kesalahan orang lain kemudian mempublikasikannya.

Saya sarankan juga agar mereka meralat apa yang telah mereka lakukan, baik melalui tulisan ataupun lainnya yang dapat membebaskan diri mereka dari perbuatan semacam ini dan menghilangkan kesan yang terekam di benak orang-orang yang telah mendengar ucapan mereka, dan hendaknya pula mereka mengiringi dengan amalan-amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dan berguna bagi manusia, serta senantiasa waspada agar tidak terburu-buru melontarkan tuduhan kafir, fasik atau pelaku bid’ah terhadap orang lain tanpa bukti, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan.

أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ ِلأَخِيْهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا،

Orang mana pun yang mengatakan, ‘wahai kafir’ kepada saudaranya, maka pernyataan ini berlaku pada salah seorang dari keduanya” [Disepakati keshahihannya : Al-Bukhari dalam Al-Adab 6104, Muslim dalam Al-Iman 60]

Di antara yang disyariatkan bagi para penyeru kebenaran dan para penuntut ilmu, apabila menghadapi suatu perkara karena ucapan para ahli ilmu atau lainnya, hendaknya mereka berkonsultasi kepada para ulama yang mu’tabar (yang diakui kredibilitas dan kapabilitasnya) dan menanyakan kepada mereka tentang perkara tersebut sehingga para ulama itu bisa menjelaskan perkaranya dan memposisikan mereka pada hakikatnya serta menghilangkan keraguan mereka. Tindakan ini sebagai pelaksanaan firman Allah Azza wa Jalla yang disebutkan dalam surat An-Nisa.

وَاِذَا جَاۤءَهُمْ اَمْرٌ مِّنَ الْاَمْنِ اَوِ الْخَوْفِ اَذَاعُوْا بِهٖ ۗ وَلَوْ رَدُّوْهُ اِلَى الرَّسُوْلِ وَاِلٰٓى اُولِى الْاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْۢبِطُوْنَهٗ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطٰنَ اِلَّا قَلِيْلًا

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu)” [An-Nisa/4: 83]

Hanya Allah-lah tempat meminta, semoga Allah memperbaiki kondisi semua kaum muslimin, mempersatukan hati dan amal mereka dalam ketakwaan, memepersatukan semua ulama kaum muslimin dan semua penyeru kebenaran dengan segala sesuatu yang dapat melahirkan keridhaanNya dan bermanfaat bagi para hambaNya, mempersatukan kalimat mereka pada petunjuk dan menyelamatkan mereka dari faktor-faktor perpecahan dan perselisihan, serta semoga Allah memenangkan kebenaran melalui mereka dan mengalahkan kebatilan. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas semua itu. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhamamad, keluarga dan para sahabatnya serta mereka yang mengikuti petunjukNya hingga hari berbangkit.

[Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwiah, Syaikh Ibnu Baz 7/311-314]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 280-286 Darul Haq]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/619-metode-koreksi-antar-dai.html